Candi-candi seks di India

Dicatat oleh arlisbest 20. okt. 2015


Image copyrightCharukesi Ramadurai
Image captionDari tadinya 85 candi, kini hanya tertinggal sekitar 20.
Pada bulan Desember 2013, komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) India mengalami kemunduran besar saat Mahkamah Agung negara itu menyatakan bahwa homoseksualitas merupakan pelanggaran pidana.
Yang lebih baru lagi, pada bulan Agustus 2015, pemerintah India memberlakukan pelarangan, yang beberapa hari kemudian dicabut dengan syarat, pada lebih dari 800 situs internet yang dianggap pornografis, dalam usaha nyata untuk memberantas pornografi anak dan kekerasan seksual.
India khususnya sudah menjadi negara yang begitu konservatif selama beberapa ratus tahun terakhir, dengan adanya pengaruh puritanisme dari beberapa kelompok, termasuk dinasti-dinasti Islamis, tuan besar orang Inggris dan kasta pendeta Brahma di negara itu.
Tetapi India tidak selalu seperti ini. Norma-norma seksual jauh lebih liberal sebelum abad 13, dengan menempatkan sekularisme dan spiritualisme pada tingkat yang sama pentingnya.
Seks diajarkan sebagai pelajaran dalam pendidikan formal, dan risalah seks pertama di dunia Kamasutra, ditulis di India kuno antara abad ke-4 Sebelum Masehi dan Abad ke-2.
india temple 2Image copyrightCharukesi Ramadurai
Image captionPatung yang seksual.
Malah, jika dilihat lebih dekat, pengingat zaman yang lebih liberal ini dapat dilihat di mana-mana di negara itu.
Batu berukiran motif-motif seksual misalnya terdapat di dinding sebelah bawahCandi Matahari yang berasal dari abad ke-13 di Konark di negara bagian Orissa di timur India.
Gambar dan patung telanjang bidadari surga merupakan fitur yang banyak ditemukan di goa batu biara Buddha Maharashtra, Ajanta (dari abad ke-2 SM) danEllora (Abad ke-5 sampai 10).

Contoh paling grafis dari seni erotis candi di India

Namun, contoh paling grafis dan paling terpelihara dari seni erotis candi dapat ditemukan di kota kecil Khajuraho di negara bagian Madhya Pradesh di bagian tengah India.
Candi Hindu di sana yang diukir dengan elegan dideklarasikan sebagai situs Warisan Budaya Dunia Unesco pada tahun 1986.
Didirikan oleh dinasti Chandela antara 950 dan 1050, hanya 22 candi yang masih ada dari 85 candi tadinya.
Ketika saya memasuki situs seluas 6 kilometer persegi itu suatu sore di musim dingin, batu pasir berkilauan dengan warna keemasan.
Para perempuan setempat membawa bunga-bunga segar dan dupa untuk doa mereka, sementara para pengunjung berjalan mondar-mandir di koridor sebelah luar, melongo memandangi pahatan yang begitu banyak dan rumit yang menghiasi setiap centimeter dinding.
Ada gambar dewa dan dewi, para prajurit dan musisi, hewan dan burung. Seperti adegan dari candi lain di India.
Banyak dari pahatan ini bersifat sangat erotis, dengan menampilkan lelaki, perempuan dan binatang.
Ada gambaran tiga orang melakukan hubungan seks bersama, orgi dan bestialitas.
Meskipun saya tahu kira-kira seperti apa, saya masih terkejut melihat perempuan dan lelaki jantan memutar balik tubuh mereka dalam posisi seksual yang tidak mungkin dilakukan, tepat di sebelah patung dewa suci yang tersenyum bahagia pada para pengikutnya yang setia.
Meskipun sejumlah batu sudah retak dan beberapa anggota tubuh patung sudah patah, pahatan itu masih tetap begitu bagus keadaannya mengingat candi itu sudah berusia lebih dari 1.000 tahun.
india temple 4Image copyrightCharukesi Ramadurai
Image captionSeorang perempuan berdoa di candi.
Ada berbagai teori mengenai keberadaan gambar-gambar erotis yang begitu grafis itu.
Salah satu teori adalah karena raja-raja dari dinasti Chandela merupakan pengikut prinsip-prinsip Tantrik, yang mendiktekan agar adanya keseimbangan antara kekuatan lelaki dan perempuan, maka mereka mempromosikan keyakinan mereka pada candi-candi yang mereka dirikan.
Teori lainnya memiliki hubungan dengan peran candi pada masa itu: candi dipandang sebagai tempat belajar dan beribadah – khususnya dalam seni yang lebih luhur, termasuk seni bersanggama.
Selain itu, sejumlah orang percaya bahwa penggambaran aktivitas seksual dianggap sebagai pertanda baik karena mewakili permulaan baru dan kehidupan baru.
india temple 5Image copyrightCharukesi Ramadurai
Image captionPahatan menutupi setiap inci dinding luar.
Di samping itu, Hinduisme memang secara tradisional menganggap seks sebagai bagian penting kehidupan, yang bisa menjelaskan mengapa pahatan-pahatan itu diselingi berbagai macam kegiatan lain seperti berdoa dan perang.
Fakta bahwa pahatan seksual ini dipajang jelas di muka umum dan tidak disembunyikan di sudut yang suram kelihatannya menunjukkan bahwa para pembuatnya memang memaksudkan agar pahatan itu semua dilihat orang.

Pengisolasian membantu motif-motif grafis ini untuk bertahan

Anehnya, tidak ada alasan mengapa candi-candi penuh hiasan ini didirikan di Khajuraho, karena tidak ada catatan yang jelas apakah ada kerajaan di lokasi itu.
Masih bertahannya motif-motif grafis ini mungkin berhubungan dengan terisolasinya mereka selama ratusan tahun di tengah-tengah hutan lebat wilayah itu, dan baru kemudian ditemukan seorang warga Inggris, Kapten TS Burt, pada tahun 1838.
Malah sebenarnya, Burt sendiri harus dibujuk oleh pembantunya orang India untuk melakukan perjalanan ini; ia tidak percaya bahwa akan ada hal yang menarik di tempat terpencil tersebut.
Namun candi-candi menawan ini juga berhasil menghindari kemurkaan para polisi moral India, yang dalam tahun-tahun terakhir melarang atau menghancurkan berbagai artefak budaya, mulai dari buku-buku Salman Rushdie sampai lukisan-lukisan karya MF Hussain.
india temple 6Image copyrightCharukesi Ramadurai
Image captionSeorang pengunjung mengagumi ukiran candi.
Tetapi apa yang saya temukan lebih menarik daripada ukiran yang eksplisit dan cerita di balik ukiran-ukiran itu adalah kenyataan bahwa keluarga-keluarga yang berkunjung sepenuhnya terpesona pada penuturan cerita pemandu wisata saat ia menganalis ukiran yang lebih seru yang dipahat di dinding candi Kandariya Mahadeva.
Tidak ada yang mengerutkan alis, tidak ada wajah tampak malu saling berpandangan, tidak ada tawa cekikikan dilontarkan dari bibir-bibir muda.
Mungkin seni tidak bisa dijadikan alasan untuk merasa keberatan jika berada dalam konteks religius – tetapi saya meninggalkan tempat ini dengan rasa yakin bahwa Khajuraho melalui dinding-dindingnya memberikan pelajaran toleransi yang jauh lebih besar untuk India.
Artikel ini dapat Anda baca dalam bahasa Inggris: India's temples of sex di BBC Travel